Sebuah Perjalanan

Jauh sudah langkah menyusuri lika dan liku
Meskipun masih terasa kaku
Hanya ada kamu dan aku
Bersama menjelajahi bumi hingga jauh

Terima kasihku untuk perjalanan indahnya
Hingga hari ini aku masih bersyukur
Berdampingan merasa hangat akan cinta itu
Jadilah segalanya untuk yang terakhir

Dentuman nada-nada penuh sayang
Yang kau lantunkan padaku malam ini
Alangkah iri seisi dunia melihatnya
Ujung dunia pun menunggu kita
Lingkaran kehidupan akan selalu berpihak


Early November

WOW!

Walaupun belum seberapa, tapi kegiatan hari ini sudah buat saya pusing sekali. Bukan merasa hebat, tapi pada kenyataan lapangan ada banyak yang belum bisa disempurnakan oleh teman-teman yang lain.

Saya pernah bilang seperti:

"Saya akan memberikan kepercayaan kepada mereka, jadi saya tidak perlu khawatir"

Sialnya, kalimat di atas ternyata tidak sesuai dengan kejadian yang terjadi di lapangan. Banyak bagian yang harus diperbaiki. Banyak hal yang sangat kurang, bahkan persentasinya sangat kecil. Jadi, pengalaman hari ini akan saya selesaikan.

Untuknya

Lentera menguning di ujung malam
Derap langkah kaki kian menghilang
Tertelan sunyi diperaduan
Mengusung asa dalam keheningan

Lihatlah fajar yang kembali menyosong
Setelah kegelapan menciptakan kebahagiaan
Kemerahan ufuk timur terlihat jelas
Menghadirkan asa ditengah kebahagiaan

Jangankan untuk merasakan kesendirian itu lagi
Mengingat dari rasa kesendirian itu saja tidak mungkin
Tak ada kata selain terima kasih
Untukmu...

You Know-lah

Halo gan :)

Assalamu'alaikum...

Setidaknya saya punya waktu untuk menulis ini ditengah waktu saya yang lumayan luang untuk saat ini. Pernah berpikir juga, "Semakin dekat dengan sesuatu yang lebih menantang, tapi pasti penuh pelajaran." Saya tidak akan menyebutkannya, cukup kalian tahu kalau ini membuat saya agak tidak percaya dengan kemampuan diri saya.

Saya hanya seorang siswa di sebuah sekolah negeri di Bulukumba, tidaknya hanya itu, saya juga tidak memiliki prestasi yang cukup membangga, tapi in shaa Allah akan membuat prestasi juga. Mari kesampingkan tentang itu, mari kita pindah ke sebuah kejadian yang tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang saya cerita di atas.

Hari ini pertama masuk sekolah, sudah kelas XI (Prok prok prok) sayangnya, teman kelasnya itu-itu saja. Tidak masalah karena punya banyak kelebihan, bisa menerapkan kembali apa yang ada di kelas sebelumnya, tidak enaknya tau sendiri. Bukan masalah temannya, tapi sesuatu yang memang agak memberatkan, kekompakannya, memang sih rasanya agak malas karena memang kurang ada yang sadar dan saling membantu. Wali kelas saya tadi bilang, "Jangan ada yang berblok-blok," dalam hati saya jawab, "Ibu belum tau, hahaha."

Oh ya, kami sudah jadi senior, hihi masih ada kakak kelas XII sih. Setiap generasi memang punya ciri khas, tapi tidak masalah, saya atau kami juga punya ciri khas masing-masing :3

Udah gini aja, jaa...

[Puisi] Kapas-Kapas Langit

Langit berhiaskan kapas merah di ufuk timur
Surya mulai dan perlahan mendaki sejak waktu itu
Melihatnya, aku merasa tak tertahankan
Kapas warna merah itu kemudian memudar

Berubah menjadi kapas putih bersih menghiasi langit
Sadarkah, bahwa dia perlahan bergerak di atasku
Membentuk banyak kisah dan kenangan
Relakah jika semua berubah menjadi gelap?

Perlahan, tetes demi tetes air mulai menghantam tanah bumi
Jatuh di atas daun, atap, dan juga kepalaku
Rasanya dingin mulai menusuk masuk dan lebih sakit
Meringkuk dingin di bawah kapas-kapas langit


(Mencari) Keadilan

Berharap masih ada keadilan di antara busuknya ketidakadilan, rasanya seperti membakar tangan dengan api. Kenapa? Saya rasa, jika kami mengambil pilihan lain, maka kami akan menerima manifestasi dari ketidakadilan itu. Secara keseluruhan, ketidakadilan itu sudah lebih besar dari keadilan yang sebetulnya sangat kami butuhkan.

Bukan bermaksud menyombongkan atau memang mungkin terdengar sombong seperti sekarang, tapi apakah dengan adanya mereka akan merusak kami? Mungkin merusak namun dengan perlahan, perlahan dan menusuk tetap lebih sakit daripada langsung hancur.

Mendapat banyak pelajaran dari ketidakadilan jelas kami mendapat banyak dari sana, sangat banyak. Mulai dari bagaimana kami mengontrol emosi, sampai (maaf) memperbudak apa yang perlu dimanfaatkan untuk kepentingan bersama serta mengorbankan perasaan orang lain juga untuk kepentingan bersama.

Memang salah dan benar itu sangat tipis, kalau memang keadilan yang dicari, kami tidak mungkin melakukan hal bodoh seperti ini. Semacam kami diaj ari untuk menjilat ludah sendiri, kasarnya kami diajari berbuat KEBODOHAN --tapi jelas kami tidak akan menerapkannya.

Jangan terima kebodohan, sesakit apapun Anda harus menerima apa yang memang menjadi balasan untuk keadilan yang Anda emban demi kebaikan. Jangan diam dalam ketidakadilan karena Anda takut ikut terjatuh bersama dalam perihnya mencari keadilan.

"Sesekali korbankanlah perasaan orang lain untuk kepentingan bersama - Kak Diong"

Siluet

Siluet senja bersandar pada pelupuk mata
Terkesan mengada-ada dan selalu diadakan
Rentetan air memantulkan cahaya senja
Deras, sangat deras sehingga mengusik

Rangkullah aku menuju siluet yang lain
Abadikan setiap momen yang terkisah
Rangkul aku bersama kisahmu
Gapai horizon yang sangat luas


Puisi: Kebersamaan

Desah manis ombak menabrakkan diri ke karang
Terdengar mereka berteriak bahagia 
Mereka kuat karena bersama
Menghantam yang ada dengan kekuatan kebersamaan
Seakan karang menangis di tengah keramaian
Keceriaan ombak membuat hatinya teriris

Kebersamaan membawa semua buih berjaya
Bersatu menjadi ombak nan berjaya
Arungi samudra penuh rintangan
Menggapai angan di tengah asa
Penuh dengan rasa kebersamaan

Orang (Sok) Baik

"Mana ada asap sebelum api dibakar!" - Someone

Mencari sebuah kebenaran di antara kesalahan sendiri adalah hal yang mustahil. Kita memulai masalah dan kita mencari kebenaran di sana, cukup lucu, tapi ADA yang seperti itu. Datang untuk merusak apa yang sudah sangat sempurna.

Ciri-ciri munafik akan bersangkut kepada mereka. Mereka yang suka mencari masalah, mereka yang tidak tahu malu akan kesalahan mereka. Jangan pernah biarkan amarah membutakan kalian teman. Jangan sampai kata-kata kalian sendiri yang akan menghancurkan kalian.

SALAM!
Gufkun

Butuh Pemersatu

Mungkin banyak pemikir untuk membantu saya mengurangi kesenjangan yang ada di kelas. Kita tidak butuh orang yang mementingkan dirinya sendiri, kita butuh orang yang mau perubahan. Satu perubahan kecil sudah cukup untuk mengurangi kesenjangan yang ada di kelas. Meskipun saya juga punya masalah dengan beberapa orang yang ada di kelas, ini bukan berarti saya juga tidak mau membantu, malahan saya juga mau memperbaiki apa yang menjadi kekurangan di kelas. Apalagi tidak adanya rolling kelas saat penaikan kelas.

"Ah, tidak baek sekali, tidak ada rolling kelas," mungkin kalimat itu sudah mengambarkan ketidaksenangan beberapa anggota kelas dengan keputusan sekolah. Maka dari itu, saya butuh orang yang harus menjadi perintis pemersatu di kelas. Susah memang, masalah yang kompleks dari sikap apatis menjadi tantangan berat untuk saya dalam melaksanakan tujuan yang (sangat) mulia ini.

X Pem. MIPA 1 (KOMPAS) Butuh Pemersatu

   Kita melihat, bahwa banyak masalah memang menjadi ajang untuk menambah pengalaman dan kedewasaan, tapi apalah gunanya masalah kalau cuma menambah masalah dan lebih ruwet lagi. Lebih ruwet, lebih dewasa, TIDAK! Kompas butuh satu orang perintis pemersatu agar semua menjadi sangat menyenangkan di kelas.

   Pertama, terasanya kesenjangan. Mungkin adanya perbedaan persepsi antara kelompok bagian depan dan kelompok bagian belakang. Permasalahan ini terjadi karena kurangnya komunikasi dan saling kerja sama antar kelompok. 

   Kedua, pilih-pilih teman. Tak bisa banyak yang melakukan ini. Bukan bagaimana, ini tentang bagaimana mendapat nama di kelas, dalam artian mereka berteman dengan yang mudah terkenal, ikut terkenal! Tolong, hentikan.

#50thGraduationOfSmansaBulukumba

Assalamu'alaikum dan selamat pagi!

     Setelah kemarin melaksanakan acara penamatan dan perpisahan SMA Negeri 1 Bulukumba di gedung JSN rasa lelah masih ada. Hehe, tapi semua itu terbayar dengan kelancaran acara. Meski beberapa insiden kecil yang mmebuat pusing, tapi tidak terlalu menganggu jalannya acara.

Tanggal 16 Mei 2014,

     Kami semua, pengurus OSIS dan beberapa guru datang ke JSN untuk mendekorasi beberapa bagian gedung dan merapikan kursi yang telah kami pesan.

Setelah Merapikan Kursi
       Setelah semua kursi tersusun, sekitar pukul 5 sore, kami mengangkut sofa dari beberapa tempat; ruang kepala sekola dan rumahnya kak Amirul.

    Kemudian, semua susun tempat sudah selesai sekarang tinggal menunggu pendekorasian ruangan. Kata kak Aris, kalau orang yang mendekor akan datang malam hari, dia katanya lebih suka bekerja sendiri dan sunyi --pppfff.

     Karena adanya persembahan dari pengurus OSIS, yakni paduan suara yang diikuti beberapa teman dan sudah berlatih selama beberapa hari sebelum hari H. Ada juga penampilan dari Band Acoustic dari kakak kelas XII yang sangat keren WOW.

Classmate?

Hoho... Baru bisa posting lagi. Soalnya lagi sibuk sama urusan sekolah dan beberapa masalah pribadi. Lagi-lagi posting jam begini, mana ada yang baca? Ckckck... Nggak apalah, daripada nggak sama sekali.

Kali ini akan membahasa sesuatu yang agak sensitif.

APATIS (Apathy)

Pasti tau dong, ya tidak peduli, masa bodoh! Ah! Terkadang kalau dengar kata yang satu ini, saya biasa teringat dengan teman seperjuangan di Kampus SMANSA. Mereka itu seperti apa ya, mereka itu menjengkelkan. Entah bagaimana cara supaya mereka itu tidak masa bodoh.

HARDIKNAS

Selamat Hari Pendidikan Nasional!

Berharap pendidikan di Indonesia lebih maju dan menciptakan generasi yang berlandaskan IMTAQ yang baik :D

Kalian tahu? Hari ini saya mengikuti upacara Hardiknas di Lapangan Pemuda Kab. Bulukumba. Menggunakan seragam putih abu-abu dan almamater OSIS, saya berbaris dengan teman-teman yang lain, yang jelas tidak jauh dari moodbooster :'D

Puisi: Cerita di Ujung Senja

Berpatokan pada kuning langit di Barat
Berpijak asa penuh harapan tentang cinta
Guyuran air membasahiku
Diriku menggigil olehnya

Kala senja basah oleh air mata langit
Setetes air jatuh dari setiap daun hijau di sana
Terduduk terus memandang jauh ke Barat
Akankah cinta akan di sini lagi?

Perasaan kalut menguasai jiwa muda yang resah
Menunggu, hal yang terlalu bodoh
Senja saja tak menungguku
Apalagi cinta penuh kepalsuan

2014

Go- Gumi: Chapter 03 - Rencana Selanjutnya


Setiap Yukio dan kawan-kawan ingin mengambil barang, tingkat keamanan sudah cukup ketat. Mereka hanya bisa bertahan beberapa menit dan mengambil  beberapa barang. Jika dari sisi keamanan, tempat mereka masuk tidak terlalu mencolok.

“Mungkin mereka telah menyadarinya,” ucap Hinata lirih.

“Ya, kurasa juga begitu,” timpal Haruka.

Mereka meributkan masalah ini di basecamp yang bagian dalamnya sudah lengkap dengan peralatan kapal selam. Komponen-komponen sudah lengkap, meski kapal selam ini tidak mempunyai senjata. Mempunyai kapal ini saja sudah lebih dari cukup untuk membantu mereka melihat dunia luar. Hizu dan Hazu terlihat tak bersemangat sedangkan Yukio sudah mulai memukul-mukul jok depan. Hinata hanya  memainkan rambutnya, Haruka saja yang menggunakan otaknya untuk memikirkan hal itu.

“Jika kita hanya terfokus pada satu masalah, masalah yang lain tidak akan pernah terpikirkan oleh kita,” ia berdiri sambil mengepal kedua tangannya, “Kita juga harus mencari cara untuk mengeluarkan kapal ini ke dunia sana!”

Keempat teman Haruka langsung terdiam dan langsung menatapnya. Tak beberapa lama kemudian, Hazu berlari meninggalkan basecamp dengan kecepatan super cepat.

“Hei! Kau mau ke mana, bodoh?” teriak Yukio, “Huh, dasar bodoh,” timpalnya setelah tak mendapat respon dari Hazu.

Kini mereka tinggal berempat, kembali seperti tadi. Mereka terperangkap dalam keheningan. Dalam benak Yukio adalah bagaimana cara melengkapi bagian luar kapal agar terlihat sempurna. Yukio hanya mencoba bagian mesin, apa sudah bisa digunakan atau tidak. Hizu membantu di bagian mesin karena ia cukup handal di bagian itu. Hinata dan Haruka bertindak sebagai orang yang mendesain interior dan eksterior kapal.

***

Keegoisan, benarkah sudah wajar?

Kuroko Tetsuya
Terlintas dibenak sendiri, apakah egois itu wajar? Menurut pribadi sendiri, egois itu wajar. Meskipun manusia adalah makhluk sosial, tetapi sekali untuk tidak memikirkan orang lain itu tidak apa, itu menurut saya. Parahnya lagi, egois dianggap sebagai penyakit sosial. Anda bisa bayangkan, jika kita hanya selalu memikirkan orang, berarti secara tidak langsung kita telah mengabaikan kebahagian atau kesenangan untuk diri kita sendiri. Saya bukannya melarang untuk tidak melakukan itu, tapi tolong pikir perasaan Anda juga.

Anda suka tidak? Pastinya tidak. Anda pasti tidak suka menjadi alat bagi orang lain, memang niatnya baik untuk membantu, tapi kurangilah membantu orang lain. Membantu di sini dalam artian yang sempit, maksudnya membantunya untuk hal yang Anda tidak sukai.

Pahami dan Selesaikan

Source: Kolekasi Penulis
Gufkun Online -- Pernahkan Anda merasa dicuekin? Tak dianggap? Tak dihargai? Tak bisa diharagi sama sekali, mari kita bahas bersama. Saya akan memberi sedikit saran yang bagi saya cukup bagus menurut saya -_-"

Pertama, kita harus melihat posisi kita ada di mana. Posisi kita sudah benar atau memang sudah salah dari awal. Jika memang sudah salah dari awal, berarti bukan mereka yang tidak menghargai Anda, tapi Anda yang tidak menghargai keberadaan mereka. Tapi, kalau dari awal kita sudah benar, berarti mereka yang tidak menghargai Anda/kita.



Go-Gumi: Chapter 2 - Mari Kita Mulai!

Mempunyai teman yang bisa diandalkan itu sangatlah menguntungkan. Sangat menyenangkan jika bisa selalu bersama, itu adalah sebuah persahabatan.
“Kita akan butuh banyak bahan untuk membuat kapal ini,” kata Yukio sambil memperlihatkan desain kapal selam miliknya.
“Kamu dapat dari mana?” tanya Haruka sambil menggaruk punggung tangannya.
“Aku mendapatkan ini di meja kerja Ayahku, tapi kurasa kapal ini sudah ada di laboratorim dan tinggal digunakan,” kata Yukio.
“Jangan, kalau kita mengambilnya kita bisa mati,” kata Hizu dan Hazu bersamaan.
“Baiklah, kita tak punya cara lain selain mengumpulkan peralatan yang ada.”
Sore ini, mereka berbagi tugas untuk mengambil, kasarnya mencuri berbagai peralatan yang mereka butuhkan. Meskipun misi ini adalah misi yang mempunyai tingkat kesukaran tertinggi, tapi mereka akan terus berusaha untuk mengetahui bagaimana itu dunia permukaan. Mereka berencana untuk ke toko alat-alat di dekat kantor presiden, mereka akan memulai operasi pada pukul 00.00. Alasan itu di ambil karena jam itu adalah jam istirahat para penjaga, jadi mereka punya waktu satu jam untuk mengambil barang secara bebas.
“Kita akan menyulap mobil ini menjadi kapal selam! Mari berjuang!” Yukio memberi semangat yang mengebuh-gebuh.
Yukio menjelaskan secara mendetail, bagaimana inti dari design itu. Mereka akan membuat mobil itu juga menjadi bisa terapung saat naik kepermukaan dan menjadi mobil yang bisa beroperasi di atas air. Mereka membutuhkan mesin yang tertulis di desain, mereka juga membutuhkan alat pendeteksi bawah air dan itu ada toko.
***
“Ayo kita mulai,” ucap Yukio dengan pelan sebelum menaiki tangga.
“Hinata dan Haruka, jaga di sini,” ucap Hazu.
“Jika terjadi apa-apa, gunakan alat komunikasi kita untuk memberi tau,” timpal Hizu kepada mereka.
Yukio, Hizu, dan Hazu dengan perlahan menaiki tangga. Mereka bertiga sudah mencapai salah satu pentilasi udara, sebagai ketua, Yukio yang pertama masuk ke dalam pentilasi. Mereka sudah hafal betul tempat ini, karena mereka selalu mencuri barang keperluan guild untuk memperindah mobil yang mereka anggap basecamp itu.
“Yukio, cepat turun, kita sudah 10 menit di atas sini,” ucap Hazu.
“Dasar bodoh, tunggu dulu!” gertak Yukio.
Perlahan Yukio menurunkan kakinya dan menginjak sebuah tangga yang memang sudah lama di situ. Ia kemudian menyentuh lantai toko dan mulai beraksi.
“Ambil alat las listrik di sana,” perintah Yukio.
Hizu dan Hazu mengambil dua alat las listrik, sedangkan Yukio masih mencari-cari beberapa barang untuk keperluan lain. Tiba-tiba, tanda merah pada alat komunikasi mereka menyala. Secepat mungkin mereka mengevakuasi barang curian. Di luar, dengan perasan was-was Hinata dan Haruka menerima barang itu. Tak lupa memindahkan tangga tadi, Yukio dan Hiraki bersaudara serta Hinata dan Haruka berjalan meninggalkan pusat kota dan menuju pinggir kota tepatnya di basecamp mereka.
***
“Ini adalah beberapa alat yang kita butuhkan, kita akan memulainya sekarang!” ucap Yukio dengan bersemangat.
“Sudah terlalu larut, Yukio-kun,” ucap Hinata.
“Tidak, ini adalah waktu yang paling tepat, karena orang-orang akan curiga melihat kita, jika dikerjakan sore ataupun pagi hari,” jelas Yukio.
Yukio mulai memotong jok tempat duduk mobil dan mengubahnya menjadi semacam kokpit kapal. Cekatan jarinya mulai merubah dalam mobil menjadi sedemikian rupa, bagian depan mobil di ubah menjadi untuk dua orang.
“Tempat ini untuk Hizu dan Hazu,” sambil memperbaikinya.
“Tunggu, biar aku yang menyelesaikan bagian itu,” kata Hizu.
Malam begitu larut, sehingga Hinata dan Haruka tumbang dan tertidur duluan di jok belakang mobil. Sedangkan, Yukio dan Hiraki bersaudara sudah semakin merasakan kantuk juga. Akhirnya mereka berlima tidur di basecamp.
***
“Yukio! Sudah beberapa minggu ini kau hanya pulang untuk makan!” gertak Ibu Yukio.
“Yang jelas aku selalu pulang, dibandingkan Ayah yang selalu di laboratorium,” balasnya.
“Kalimatmu itu kurang ajar, Ibu tidak pernah mengajarkanmu seperti itu,” tambah Ibunya.
“Oh begitu, maafkan atas kelancanganku,” ia melahap cepat makanannya, “Setelah ini aku tidak akan seperti ini lagi, kuharap secepatnya.”
“Sudah makanlah cepat!”
Tak selang beberapa menit kemudian, Yukio telah menghabiskan makanannya. Ia segere menemui Ibunya di ruang tengah, rumah Yukio terletak dibagian selatan kubah kaca ini, jadi agak jauh dari basecamp. Yukio langsung duduk di depan ibunya.
“Ibu mau membicarakan apa?” tanya Yukio sambil memainkan jarinya.
“Ayahmu mencari desain kapal selam, tapi hilang, kau tau di mana?” tanya Ibunya.
Tiba-tiba Yukio terlihat cukup kaget dengan pertanyaan Ibunya, “Ah, aku tidak tau apa-apa tentang design itu,” ia berdiri, “Baiklah, aku pergi dulu,” ia kemudian meninggalkan rumah.
***
Toko penyedia barang sudah merasakan keanehan pada barang-barang yang mulai berkurang. Padahal, barang-barang tersebut sangat jarang dicari oleh masyarakat. Kemudian, Shiro Mahiro selaku ketua pemimpin toko langsung melapor ke kantor presiden.
“Kepala Keamaan Jiro, tolong tingkatkan keamaan toko peralatan,” perintah presiden Yamato.
“Siap, Pak!”
Keadaan ini belum diketahui oleh GAIO, ini akan mempersulit penyelesaian kapal selam rakitan mereka. Pembuatan kapal tersebut sudah hampir jadi, sudah sekitar 70 hingga 80% sebelum memperkuat bagian luar mobil alias kapal selam.

Rise of The Nero Pillars: Chapter 1 - Altstad City

Salju turun dengan lebat di sepanjang jalan kota Altstad. Meski salju turun dengan cukup lebat, orang-orang tetap saja melakukan aktivitasnya seperti biasa. Orang-orang kota Altstad adalah pekerja yang sangat rajin. Mereka sangat suka dengan yang namanya bekerja karena berpikir hidup mereka akan berakhir jika mereka tidak memiliki uang.
Salju semakin lebat menyelimuti kota. Permukaan jalan semaki berwarna putih dan semakin licin. Seorang anak berlari menuju sebuah toko yang menjual banyak mainan. Sesampainya di depan tokoh, anak itu langsung masuk. Setelah beberapa lama, anak itu keluar membawa sebuah bola kristal putih.
“Akhirnya, uang cukup utnuk mendapatkan bola kristal ini,” ucap anak laki-laki itu.
Sambil memeluk bola kristal itu di dalam mantel kulitnya, ia mempercepat langkahnya. Uap putih terus keluar dari hembusan nafasnya, ia sangat kedinginan di cuaca kali ini. Sesampainya di depan sebuah apartemen, ia segera masuk sambil tak lupa memberikan senyum kepada petugas keamaan yang ada di depan pintu masuk.
“Aku akan meletakkanmu di sini,” ucap anak laki-laki itu sambil menyimpan bola kristal itu tepat di depan perapian.
Anak laki-laki itu mengelus-ngelus bola kristal lalu melengketkan tangannya ke muka. Ia merasa sangat kedinginan, padahal ia telah memakai selimut, menggunakan mantel, dan berada di depan tunggu perapian.
Anak itu terus memandangi bola kristal itu dengan sangat senang, sampai akhirnya ia tertidur dengan kepala disandarkan pada kedua lututnya sedang menekuk ke arahnya. Siang dan malam susah dibedakan karena awan mendung dan kurangnya pencahayaan membuat anak laki-laki itu tertidur lelap.
***

Go-Gumi: Chapter 01 - GAIO

Pagi yang cerah di bawah sini. Jarak antara permukaan air dan Mizu City terbilang tidak cukup jauh, cuma sekitar 40 hingga 60 meter saja. Jadi, jika melihat pagi atau malam sudah jelas. Beda saja jika terjadi hujan atau mendung di atas sana. Lima remaja itu sedang berjalan di pinggiran sungai buatan menuju basecamp mereka di sebelah barat Mizu City. Luas Mizu City juga tidak terlalu luas, sekitar 78,5 km2. Diameter lingkaran hanya 20 km, jadi sesuai perhitungan matematika, kita mendapatkan luas seperti yang ditulis sebelumnya.
“Yukio! Jangan terlalu cepat!” keluh Haruka yang memegang kedua lututnya.
“Jangan malas, ini masih pagi!” gertaknya.
“Kau terlalu kasar, Yukio-kun.”
Yukio memperlambat langkahnya setelah mendengar kalimat itu. Tak salah lagi, kalimat itu berasal dari mulut mungil Hinata. Haruka tak henti-hentinya mengomeli Yukio sedangkan Hizu dan Hazu hanya tertawa melihat Haruka marah-marah tidak jelas. Beberapa saat kemudian, mereka telah sampai di depan pintu masuk basecamp. Basecamp mereka adalah sebuah mobil tua besar yang sudah tidak dipakai lagi. Lagipula, di Mizu City ada aturan yang melarang penggunaan kendaraan bermesin karena dapat mencemari kadar oksigen di dalam sini.
“Yukio-san, kita akan membahas apa hari ini?” tanya Hazu sambil menyenderkan dagunya di bahu Yukio.
“Jauhkan kepalamu, bodoh!” Yukio menjauh, “Kita akan membuat nama kelompok kita,” ucapnya.
“Baru mau dibuat? Kenapa tidak dari dulu?” ucap Haruka beruntun.
“Ya! Kenapa tidak? Dasar bodoh!” ia kembali berdiri di tengah yang lain, “Nama grup kita adalah Guild All in One atau GAIO!” sambil mengepal kedua tangannya lalu di acungkan ke atas.
“Bagus,” ucap Hinata.
Yukio terlihat seperti tidak puas dengan jawaban itu. Teman yang lain seakan mengerti, kemudian mereka berdiri dan melakukan gaya seperti Yukio, lalu meneriakkan GAIO!
“Baiklah hari ini, senin, 6 April 2116, kelompok kita bernama GAIO!”
***
Mizu City juga mempunyai pemerintahan. Mizu City sendiri dipimpin oleh seorang presiden bernama Yamato Hira. Kantor Pemerintah Mizu City terletak tepat di tengah. Selain sebagai pusat pengatur keluar masuk oksigen dan penaikan panel surya, kantor ini juga berfungsi sebagai tempat orang-orang bersalah dan mempunyai kesalahan berat dihukum. Di bagian bawah kantor terdapat laboratorium dan di sebelah kanan kantor terdapat pusat pembuatan alat-alat keperluan yang dipantau langsung oleh presiden.
“Bagaimana laporan perkembangan ekonomi kita?” tanya pak presiden kepada ajudannya yang bernama Hitori.
“Sampai saat ini, kita masih dalam keadaan stabil, Pak,” ucapnya.
“Jangan biarkan kejadian seperti kemarin terulang, ingat itu.”
***
Senin, 2 Maret 2116
Seorang penduduk Mizu City melarikan sebuah senjata api dari kantor keamanan dan menuju kantor presiden. Hal yang memalukan ini terjadi karena keteledoran penjaga yang ketiduran disiang hari. Hari itu presiden sedang mengadakan rapat dengan menteri, presiden mendapatkan luka tembakan cukup serius di bahu kanannya. Sentak seluruh menteri kaget, orang yang menembak langsung dibekuk oleh petugas keamanan kantor.
“Lemparkan dia keluar!”
Kemudian, atas perintah langsung dari presiden. Orang itu kemudian di bawah ke ruangan pelemparan. Ia dipukuli sebelum di masukkan ke dalam kapsul.
“Luncurkan,” ucapkan kepala keamanan Jiro Hirata.
Orang itu kemudian dilesatkan dengan kecepatan penuh yang di dorong oleh mesin berkekuatan kuat. Kapsul tersebut berhasil menembus permukaan dan terlempar lebih jauh lagi kemudian mengikuti arus laut yang tak diketahui ke mana perginya.
***
Mobil tua itu sudah tidak lama digunakan, mereka berlima sudah lama menjadikannya tempat berkumpul. Yukio umurnya sudah menginjak 16 tahun sedangkan yang lain masih 15 tahun, pantas saja Yukio merasa dirinya menjadi seorang pemimpin. Ayah Yukio adalah pekerja di labarotorium Mizu City, sebagai ahli fisika.
“Kapan kita bisa keluar sana?” ucap Hizu sambil menempelkan wajahnya ke dinding kaca.
“Secepatnya, kita akan membuat sebuah kapal,” ucap Yukio dengan mudahnya.
“Kau hanya suka bermimpi dan berkhayal,” ucap Hinata dengan lirih.
Sekali lagi Yukio terdiam dibuatnya. Hazu dan Haruka hanya duduk di atas mobil tua itu. Yukio selalu membayangkan, bagaimana dunia permukaan itu. Di lahir dan besar di dalam kubah kaca ini, temannya yang lain juga begitu. Jadi pantas saja kalau mereka sangat penasaran dengan dunia asing di atas sana.

Bersambung...

Puisi: Tanpa Batas

Kala perasaan seperti ini datang menghampiri jiwa bebas
Rentan akan kisah dari setiap pengalaman yang terjadi
Menunggu setiap kasih dari setiap jeritan perasaan ini
Kukorek luka lama untuk mendapat perasaan ini

Lantas, akan kuapakan semua perasaan ini
Haruskah kubawa pergi bersama kisah yang lalu
Ataukah kubuka dan buat kisah yang lain
Kelak semua akan menjadi kumpulan video usang

Foto, air mata, tangis, tawa, dan kejutan
Bersatu dalam  bingkai kisah keharmonisan tanpa batas
Tanpa batas menuju jutaan kebahagian yang menyebar
Tersebar luas di seluruh bagian bumi entah tak tau arahnya

Kupadang sosok dengan wajah agak pucat
Kutau, kau menahan kantuk untuk bersedih
Terlihat garis hitam tebal di bawah kedua matamu
Kenapa harus mengorek luka lamamu...

Lebih baik kau mendengar tawa dan canda
Memerhatikan hati yang sedang dilanda lara
Hati yang dilanda bahagia tanpa batas
Kuatkan dirimu untuk jutaan cobaan tanpa batas

Ketika Anda Dijauhi Semua Orang

Gufkun Online -- Ternyata saat-saat seperti ini saya sedang banyak kata-kata yang ingin saya berikan kepada kalian--silent readers terutama. Disaat kalian merasa bahwa kalian telah dijauhi, dicampakkan, itu bukan berarti ada tak berarti di mata mereka, tetapi diri Anda yang membuat Anda merasa seperti dijauhi mereka.

Go-Gumi: Prolog

Persahabatan adalah hal yang paling menyenangkan. Apalagi saat kita sudah menginjak usia remaja. Usia saat kita mencari jati diri kita yang tersebar seperti mozaik di seluruh bagian dunia. Di sebuah tempat yang seperti mangkuk kaca besar yang berada di bawah air tepatnya di dasar lautan yang luas. Tahun 2116, bumi sepenuhnya telah penuh dengan air. Lima orang remaja sedang berkumpul di basecamp mereka. Basecamp mereka terletak di sebelah barat kubah kaca ini.
“Hoi! Tolong diam!”
Minato Yukio, dia yang baru saja berteriak. Ia adalah ketua dari kelompok yang tidak mempunyai nama ini. Dia yang paling tinggi dan paling tua di antara yang lain. Rambut biru agak gelap dengan mata yang biru berdiri di atas papan di tengah basecamp.
“Huh, selalu saja begitu.”
Kali ini, seorang gadis cantik bernama Haruka Hitari. Rambut berwarna coklat dengan mata biru ini adalah salah satu gadis yang ada di kelompok yang hanya beranggotakan lima orang ini.
Di ujung basecamp dekat jendela, dua anak lelaki yang sedang sibuk bertengkar bernama Hizu Hiraki dan Hazu Hiraki. Yah, mereka adalah saudara, tetapi tidak kembar. Hizu lebih dewasa tetapi cukup kekank-kanankan. Ia bertubuh agak besar dengan rambut dan mata berwarna hitam pekat sedangkan saudaranya bertubuh agak kecil dengan rambut berwarna kuning dengan mata hitamnya.
Di samping Haruka ada gadis bernama Aoi Hinata. Sesuai namanya, ia hampir sama dengan Yukio. Matanya juga berwarna biru, tetapi rambutnya berwarna biru muda.
Kita akan tinggalkan kelima anak remaja tadi. Kota bawah air, Mizu City. Sebuah kota yang sudah ada sejak 100 tahun lalu ini tetap makmur hingga saat ini. Meski, penolong[1] mereka tidak diketahui identitasnya. Tingkat pengetahuan dan teknologi di Mizu City juga sangat maju. Setiap hari, panel surya raksasa dinaikkan ke permukaan untuk mendapatkan energi dari panas matahari. Selama itu pula, para peneliti dan ilmuan serta arsitek di Mizu City membuat rancangan untuk Mizu City yang baru. Rancangan tersebut berupa pengangkatan Mizu City ke permukaan air, tetapi kurangnya sumber daya seperti baja dan besi membuat itu agak sulit. Butuh berton-ton baja dan besi untuk bisa membuat alat yang mampu mengangkat Mizu City ke permukaan.
        Perjalanan Mizu City untuk dapat melihat cahaya matahari akan dimulai dari lima remaja yang mempunyai tujuan membawa Mizu City ke bawah hangat matahari dan melihat terbit serta terbenamnya matahari di bola air yang mengelilingi matahari ini.



[1] Orang yang mendesign dan membangun Mizu City

Nestapa

Ouma Shu - Guilty Crown (Source: Koleksi Penulis)
Tinggalkan noda tebal di atas kening
Serutan dari setiap masalah terus melekat
Berkali-kali dijejalkan kepala ini ke tembok
Berkali-kali dihempaskan bersama harapan

Nestapa melanda hati yang tengah tergerus masalah
Setiap masalah datang tanpa memperhitungkan duka
Lara dan sakit tetap menjadi bagian duka itu
Tak ada terdengar jeritan dari hati karena telah lelah

Noda-noda semakin tebal di kening ini
Semakin banyak nestapa yang mendekat dan menyatu
Kompleks dengan kalbu yang tengah dirundung lara
Selamat datang di hati penuh nestapa

Puisi: Untitled 2

Beranikah aku melupakan kertas itu?
Andai saja waktu itu tak ku bakar sampai hancur
Usaha saja masih tak cukup untuk mengembalikannya

Singkirkan setiap dusta dan duka kertas itu
Rangkai kertas itu ke dalam bentuk baru
Ikatkan kertas itu dengan harapan yang ada

Seandainya saja kertas itu masih ada dan utuh
Ulang, kami masih mau mengulang tulisan di kertas itu
Dari mana kami memulainya?
Aku, tidak, kami, tidak mengetahuinya

Risih, saat bagian kertas itu mulai terpencar ke mana-mana
Nestapa menyerang setiap bagian kertas itu
Indah saja, ketika melihat kertas baru menggantikannya

Puisi: Untitled

Andai saja papan itu masih dapat kuhancurkan
Demi sebuah kejutan aku berani membuatnya
Entah ada apa dengan papan biru di atas sana
Beranikah aku menghancurkan papa biru besar itu?
Yang aku butuhkan adalah sebilah parang, mungkin palu
Source: Koleksi Penulis (Akihito Kanbara & Mirai Kuriyama - Kyoukai no Kanata)

Detak jantung saling memburu di dalam dada
Erangan cukup keras datang dari hati yang telah terpaku
Tinggal cerita papan dan paku di atas sana
Terlihat cukup adil untuk hidup yang aneh
Indah saja sudah membuat hidup bahagia

Alangkah besar niat untuk menguatkannya
Langkahku terus kupijakkan bersama jutaan harapan
Andai saja pijakkanku cukup kuat 
Namun, aku terjatuh bersama harapan itu
Genggamanku masih ada, meski harus menopan keinginan itu
Ini adalah bukti bahwa keinginan cukup untuk segalanya

Tak ada lagi lesung pipi itu di wajahmu
Entah kenapa rasa seperti harus hadir ketika aku diam
Namun, ini akan jadi hal yang paling aku benci
Rentetan kenangan yang terus berputar di atas semua masa depan
Inikah sesal saat aku ingin menghancurkan papan itu?


Bulukumba, 2014.

Cerpen: Matsuri (Festival)



Source: Koleksi Penulis
Meskipun kehidupan mempunyai banyak titik masalah, bukan berarti kita harus berpatokan pada satu titik saja. Kita diajarkan banyak hal tentang bagaimana cara menyelesaikan masalah. Mulai dari masalah sekecil apapun, hingga ke masalah yang lebih kompleks. Jika saja, sebuah masalah akan segera selesai seiring dengan membalikkan telapak tangan, maka salah satu seni dalam hidup juga ikut menghilang.
“Kak, bisa minta sedikit waktunya?” ucap Zaki kepada seorang gadis muda yang membelakanginya.
Gadis itu berbalik dan merespon peemintaan Zaki, “Hmm, ada apa dek?” tanya sang gadis kepada Zaki.
Gadis itu bernama Aurelia, biasa dipanggil Lia atau Aura. Gadis dengan tubuh yang agak pendek dengan satu lesung pipi disebelah kanan tersenyum ke arah Zaki.
“Sebentar malam, ada waktu tidak, kak?”
“Hmm, kayaknya ada dek, kenapa?” tanya Aura sambil berjalan menuju pintu keluar sekolah bersamaan dengan Zaki.
“Aku mau ajak kakak,” omongannya terpotong sehingga membuat Aura mengangkat alisnya karena penasaran, “Aku  mau aja kakak, ke festival Jepang,” ucapnya sambil berhenti.
“Hmm, yang di alun-alun ya dek? Wah! Kayak seru, bisa kok dek,” ucap Aura dengan sangat antusias.
Mereka akhirnya sepekat bertemu di  alun-alun. Mereka berdua memang cukup suka dengan Jepang dan yang berbau Jepang sekalipun. Mereka berdua belum lama kenal, mereka berkenalan melalui ekstrakulikuler yang sama. Dalam batasan, Zaki merupakan junior dan Aura adalah senior Zaki di ekstrakulikuler ini.
***

Menjadi Orang Lain

Source: Koleksi Penulis
"Jangan pernah mencoba untuk menjadi orang lain untuk orang lain yang tidak pernah memerdulikan Anda." (Gufkun)
Ternyata, kalimat yang saya buat sendiri, saya berani langgar. Kenapa saya harus bilang saya melanggarnya? Beberapa hari yang lalu, mungkin juga hari ini. Saya merasa telah mencoba menjadi orang lain, kenapa (lagi)? Karena saya berusaha menjadi humoris, pada sebenarnya itu bukan tipe saya. Saya merasa, orang lain senang terhadap "cerita" yang saya ceritakan, meskipun itu bagian dari kejelekan saya. Saya merasa juga, bahwa saya telah memperlihatkan sisi asli saya, tapi dilain sisi saya merasa itu sebuah perubahan yang lebih tepatnya mencoba menjadi orang lain.

Jadi, untuk kalian yang berusaha menjadi orang lain untuk orang lain yang mungkin spesial, jangan pernah lakukan. Seharusnya, dari awal Anda sudah memperlihatkan bagaimana Anda yang asli. Berubah untuk kebaikan, ya sah-sah saja, tapi untuk terlihat lebih "Wah!" hanya untuk seseorang saja, saya harap jangan.

"Jika kita hidup di atas kritikan orang lain, kita akan terus berusaha menjadi orang lain dari kritikan itu. Jika kita mencoba untuk berubah dari semua perubahan yang ada, itu cukup adil untuk hidup di hari esok." (Gufkun)

Motivasi

Source: Koleksi Penulis
Kegagalan adalah hasil dari ketidakpercayaan diri kita kepada diri kita sendiri. Di saat kita mulai tak percaya dengan diri kita, kita akan selalu merasa kita adalah beban bagi semua orang. Hal seperti itulah, yang mendorong seseorang untuk menjauh dari kehidupan sosialnya sebagai manusia sosial. Kadang, setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk menumbuhkan rasa kepercayaan diri itu. Di antara mereka ada yang sering ikut berbagai organisasi yang membuatnya menjadi lebih aktif dan menjadi manusia sosial diorganisasinya. Mereka juga biasa merasa ragu atau pun canggung untuk memulai sebuah percakapan tentang sesuatu. 

Puisi: Seonggok Sampah

Hinar binar perkotaan jauh di sana
Berhias lampu berwarna-warni di setiap sudut
Mereka berlalu lalang ke sana ke sini
Jika kita melihat satu bagian kecil di ujung sana

Seonggok sampah tak bernilai
Dingin, sendiri, tanpa cahaya, dan tersembunyi
Tak ada yang perduli dengan sampah ini
Harus kuapakan? Haruskah melenyapkannya?

Bagaimana kalau mereka berguna? Berharga?
Sampah mungkin terlihat seperti itu
Sama sekali tak berguna dan berharga!
Jadi, buat apa disimpan? Lenyapkan!

Sampah tak berguna seperti mereka harusnya sudah mati!
Mati di depan sampah-sampah lainnya
Biar mereka ketakutan!
Agar mereka sadar, mereka tak berguna!

Pendekar Cinta (Part 2)

Assalamu'alaikum...
       Sedikit lagi postingan gaje dari yang punya blog. Entah saya mau bercerita tentang apa karena terlalu banyak hal rahasia yang tidak boleh saya tulis di sini. Mari kita berbicara tentang Pendekar Cinta, saya akan menulis bagian kedua dari postingan sebelumnya (Pendekar Cinta).

Sebelumnya saya sudah membahas tentang pendekatan. Sekarang saya tidak akan membicara tentang cara atau usaha yang harus dilakukan. Pada postingan kali ini, saya hanya akan memberikan sedikit kalimat motivasi supaya kalian bisa lebih cermat dalam memilih pasangan.

"Jangan pernah sia-siakan waktu kalian untuk orang yang tidak pernah menyia-nyiakan waktunya untuk Anda."
"Yakinkah diri Anda, bahwa ia telah pantas untuk menjadi seseorang yang mendampingi Anda."
"Tanya pada diri Anda, apa alasan terbesar, sehingga Anda mau atau akan menjadikannya pendamping?"
Ok dari 3 kalimat di atas, Anda pasti tau apa yang saya maksud. Ketika Anda telah merasa yakin dengan apa yang Anda harapkan, lakukan! Kalimat terakhir, alasan! Jika Anda tidak memiliki alasan, tolong urungkan niat Anda untuk menjadikannya pendamping. Suatu hal harus mempunyai alasan dan tujuan.

Gufkun, Januari 2014.

Puisi: Cakrawala

Jauh di ujung cakralawa di atas sana
Kita berpapasan secara tiba-tiba
Tinggalkan garis putih panjang
Kau bawa aku bersama milyaran lainnya

Satu bagian dari milyaran akan terpilih
Sisanya, mereka akan lenyap
Menghilang untuk mendapat yang lebih baik
Tapi, kadang mereka takkan mampu melakukannya

Jantungku berdetak cukup cepat kala kau datang
Menemuiku di antara milyaran lainnya
Kini, kita hanya berdua di atas cakralawa yang luas
Melihat ke bawah, kulihat semua yang melihat kita

Sungguh sempurna darah yang mengalir
Memberi energi positif pada setiap tutur kata
Gerakan badan yang sangat aduhai...
Kumohon, tetap seperti itu

Jangan pernah tinggalkan aku lagi di atas cakralawa
Aku menjadi tak terlihat saat kau hilang
Jadilah cahaya bersamaku di cakrawala ini

Bulukumba, 2014.

Inikah Sayang?

*Back Sound: Eir Aoi - Niji no Oto*

Perjalanan hari ini sangat menyenangkan dan penuh pengalaman. Harus kalian tahu, bahwa hari ini adalah di mana saya mendapatkan jawaban dari level dua yang saya maksud (Maaf kalau saya tidak pernah membahas masalah level karena saya rasa itu adalah privasi saya). Di sepanjang jalan menuju suatu tempat -rahasia- saya bersama teman-teman yang lain.

Bagaimana saya menjelaskannya, susah juga tanpa sebut nama, tapi saya akan coba untuk memunculkan garis besarnya saja. Tadi kami ke tempat itu, tapi ada sedikit perasaan yang sangat mengganjal saya melihat si dia. Kenapa? Saya tidak tau, semacam ada yang menganggu.

Buat kalian yang merasakan yang namanya melihat si dia hanya dari jauh. Jika kalian memang telah level dua, saya sarankan untuk membiarkan dia memilih apa yang dia inginkan. Tak ada paksakan karena sebuah ketulusan datang dari hati yang penuh kasih sayang. 

Wah~ akhir-akhir ini blog isinya jadi curhatan semua, tapi ya saya juga suka membagi pengalaman :v