Cerpen: Matsuri (Festival)



Source: Koleksi Penulis
Meskipun kehidupan mempunyai banyak titik masalah, bukan berarti kita harus berpatokan pada satu titik saja. Kita diajarkan banyak hal tentang bagaimana cara menyelesaikan masalah. Mulai dari masalah sekecil apapun, hingga ke masalah yang lebih kompleks. Jika saja, sebuah masalah akan segera selesai seiring dengan membalikkan telapak tangan, maka salah satu seni dalam hidup juga ikut menghilang.
“Kak, bisa minta sedikit waktunya?” ucap Zaki kepada seorang gadis muda yang membelakanginya.
Gadis itu berbalik dan merespon peemintaan Zaki, “Hmm, ada apa dek?” tanya sang gadis kepada Zaki.
Gadis itu bernama Aurelia, biasa dipanggil Lia atau Aura. Gadis dengan tubuh yang agak pendek dengan satu lesung pipi disebelah kanan tersenyum ke arah Zaki.
“Sebentar malam, ada waktu tidak, kak?”
“Hmm, kayaknya ada dek, kenapa?” tanya Aura sambil berjalan menuju pintu keluar sekolah bersamaan dengan Zaki.
“Aku mau ajak kakak,” omongannya terpotong sehingga membuat Aura mengangkat alisnya karena penasaran, “Aku  mau aja kakak, ke festival Jepang,” ucapnya sambil berhenti.
“Hmm, yang di alun-alun ya dek? Wah! Kayak seru, bisa kok dek,” ucap Aura dengan sangat antusias.
Mereka akhirnya sepekat bertemu di  alun-alun. Mereka berdua memang cukup suka dengan Jepang dan yang berbau Jepang sekalipun. Mereka berdua belum lama kenal, mereka berkenalan melalui ekstrakulikuler yang sama. Dalam batasan, Zaki merupakan junior dan Aura adalah senior Zaki di ekstrakulikuler ini.
***

Festival, 19.00. Dengan memakai pakaian yang sangat biasa, Zaki mulai mencari Aura di festival ini. Kebiasaannya adalah memakai jaket abu-abu dengan hoodie. Setelah berjalan beberapa lama, Zaki bertemu dengan Aura di depan lapak penjual pernak-pernik perempuan.
“Maaf kak, telat nih,” ucap Zaki.
“Nggak apa-apa, kakak juga baru datang kok,” balasnya sambil berdiri tegak di depan Zaki.
“Kita keliling ya kak?” ajak Zaki.
“Boleh,” balasnya dengan senyum.
Mereka berkeliling-keliling di area festival. Mereka banyak berjumpa dengan teman-teman sekolah mereka. Adik kelas dan kakak kelas yang berjalan bersama memang sedikit aneh, tapi jika dilihat mereka cukup serasi. Zaki memang menyukai Aura, namun belum pernah sempat untuk mengungkapkan karena alasan takut ditolak ditambah malu.
Sesampainya dibawah salah satu pohon oak yang dahan-dahannya telah dipenuhi berbagai lampu hias berwarna-warni. Mereka duduk di bawah pohon oak, di mana ada kursi di tempat itu.
“Kak, aku mau ngomong sesuatu,” kata Zaki.
“Ngomong apa dek?” tanya Aura penasaran.
Rambut panjang Aura yang panjang tertiup angin sepoi-sepoi yang membuatnya semakin cantik. Entah kenapa ia bisa terlihat cantik saya rambutnya berantakan, matanya yang sendu membuat Zaki tak berkutik dibuatnya.
“Hmm, mau ngomong apa dek?” tanya Aura.
“Aku...,” sedikit malu, “Suka sama kakak, tapi entah bagaimana perasaan kakak ke aku,” ungkapnya.
“Hmm, nggak salah dengar nih? Kamu kan adiknya kakak,” sambil mengelus kepala Zaki.
“Tapi, aku tidak pernah menganggap kakak seperti itu, kakak itu temanku, wajar jika aku menyukai kakak,” jelasnya.
“Kenapa?”
“Karena aku mau kakak jadi pacar aku,” ucapnya spontan.
“Kamu kan adik kakak, koq harus pacaran?” tanya Aura sambil tersenyum ke arah Zaki.
“Kak, aku serius!” dengan nada yang agak tinggi, Zaki menjelaskan perasaannya.
Akhirnya, Aura berdiri berdiri dan berjalan meninggalkan Zaki yang jelas-jelas menembaknya. Zaki berusaha menahan Aura, tapi Aura selalu melepaskan genggaman Zaki. Zaki dengan rela membiarkan Aura pergi dan dia sendiri di bawah pohon oak ini.
“Tetap jadi adikku saja,” sebuah kalimat yang masuk ke dalam kotak pesannya membuatnya semakin patah semangat.
***
Sudah dua jam mata pelajaran guru tidak masuk pelajaran. Cerita Zaki tentang Aura selesai didengarkan oleh Ayu, sahabatnya.
“Oh, ternyata gara-gara itu kamu tidak baikan dengan kak Aura?” tanya Ayu.
“Ya, mungkin gara-gara itu. Sebentar malam, di malam perpisahan aku mau minta maaf ke kak Aura untuk hal itu,” katanya.
“Hmm, ok, kita ketemu jam tujuh depan perpus ya?” kata Ayu.
“Ok sip.”
***
Sebelum acara perpisahan dimulai, Zaki dengan berani menarik tangan Aura dari kerumunan teman-teman sekelas Aura. Terlihat cukup kaget, tapi Aura tidak menolak tarikan itu. Mungkin ia juga ingin berbaikan dengan Zaki sejak kejadian tahun lalu.
“Kak, aku mau minta maaf soal kejadian itu,” kata Zaki.
“Sudah, lupakan saja, kakak selalu anggap kamu adik kakak,” ucapnya sambil mengelus kepala Zaki.
“Hehe, terima kasih kak,” ucap Zaki.
Akhirnya, mereka bersama-sama menuju aula untuk mengikuti acara perpisahan kelas XII di SMA Harapan. Mereka terlihat sudah seperti dulu, dekat dan sangat lengket. Dari kejauhan Ayu melihat Zaki dengan senyum diwajahnya. Sahabat adalah orang yang selalu setia mendengarkan cerita kita, memotivasi, dan selalu ada untuk kita.

Post a Comment