Keegoisan, benarkah sudah wajar?

Kuroko Tetsuya
Terlintas dibenak sendiri, apakah egois itu wajar? Menurut pribadi sendiri, egois itu wajar. Meskipun manusia adalah makhluk sosial, tetapi sekali untuk tidak memikirkan orang lain itu tidak apa, itu menurut saya. Parahnya lagi, egois dianggap sebagai penyakit sosial. Anda bisa bayangkan, jika kita hanya selalu memikirkan orang, berarti secara tidak langsung kita telah mengabaikan kebahagian atau kesenangan untuk diri kita sendiri. Saya bukannya melarang untuk tidak melakukan itu, tapi tolong pikir perasaan Anda juga.

Anda suka tidak? Pastinya tidak. Anda pasti tidak suka menjadi alat bagi orang lain, memang niatnya baik untuk membantu, tapi kurangilah membantu orang lain. Membantu di sini dalam artian yang sempit, maksudnya membantunya untuk hal yang Anda tidak sukai.

Keegoisan datang ketika kita tidak menerima kepastian? Ini bisa saja terjadi dalam hal percintaan remaja. Ya, masa remaja, masa transisi penuh warna yang hanya terjadi sekali seumur hidup semua manusia. Kepastian yang saya maksud adalah suatu pembuktian bahwa apa yang saya lakukan sudah sempurna, setidaknya ada rewards dari semua yang kita lakukan. 

Bukannya tidak ikhlas untuk membantu, tapi setidaknya ada kepastian. Pasti kalian akan bertanya, kenapa langsung ke arah kepastian? Nah, keegoisan itu ada karena suka. Pada dasarnya suka adalah suatu keegoisan untuk memiliki. Dari situ, lahirlah kepastian jika adanya feedback dari orang yang kita suka.

Baiklah kita tinggalkan saja kepastian itu. Sekarang kita kembali ke egois, apakah wajar atau tidak? Di awal saya sudah mengatakan, bahwa egois itu wajar-wajar saja.

Banyaknya legitimasi orang tentang buruknya ego dan sikap ke"aku"an, maka perlu diluruskan bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Karena egolah yang harus bertindak lebih dulu sebelum tindakan lainnya. Egolah yang mengawali segala sesuatu yang baru sebelum mengambil langkah apa-pun. Sebelum bertindak tentu Anda berpikir atau setidaknya merasa; sadarkah Anda bahwa "aku"lah yang memulai pikiran itu, "aku"lah yang mengawali perasaan itu. Kapan pun Anda bertindak, sadarilah bahwa "aku"lah yang memprakarsai tindakan itu. Bahkan saat Anda merenung dan berpikir mengenai diri Anda sendiri, "aku"lah yang menguasai seluruh bidang kesadaran Anda. (http://10109099.blog.unikom.ac.id/arti-dari-egois.1kk)
Dari kutipan di atas, kita bisa sedikit mengambil kesimpulan. Bahwa keegoisan itu adalah hal yang baik. Tak peduli ucapan orang, mereka akan paham konsep ego itu sendiri, jika mereka merasakan hal yang terjadi akibat ego itu sendiri.

Write: Gufkun


Post a Comment