Sejak kecil aku di besarkan oleh kakek dan nenek. Kedua orangtua bercerai dan meninggalkan aku bersama kakek dan nenenkku. Kedua orangtuaku itu kini telah memiliki keluarga baru masing-masing. Ibu menikah dengan seorang lelaki kaya dan memiliki dua orang anak dan hidup ibu sungguh bahagia tanpa mengingatku lagi. Sedangkan Ayah, Ayah kini menikah dengan seorang janda yang juga kaya raya dan tinggal bersama ketiga anak tirinya dan sama seperti Ibu, Ayah tidak mengingatku lagi.
Kini aku bersekolah di salah satu sekolah negeri di tempat aku tinggal. Alhamdulillah aku mendapatkan beasiswa berprestasi untuk sekolah disana dan ada orang yang mau membiayai keperluan sekolahku seperti buku, baju, tas, sepatu, dan kebutuhan sekolah lainnya. Namun, itu hanya untuk biaya sekolah. Aku hidup dengan usahaku sendiri, aku menjual hasil kebun kakek ke pasar dsn menjajakan kue hasil tangan nenek yang rasanya enak.
Tidak setiap hari aku menjual hasil kebun dan menjajakan kue. Kalau kebun kakek hanya bisa menghasilkan hasil kebun hanya dua kali selama tiga bulan. Sedangkan nenek, nenek tidak bisa setiap hari membuat kue karena bahan baku untuk membuat kuenya mahal.
“Kek, Nek, ini hasil jualannya,” kataku memberikannya kepada nenek.
“Iya nak, sana pergi makan kamu pasti lapar,” kata nenek.
“Iya Nek, kalau gitu Beni makan dulu yah?” kataku sambil meninggalkan kakek dan nenek.
“Makan yang banyak yah?” sahut nenek dari depan.
“Iya nek,” jawabku.
***
Keesokan harinya aku seperti biasa dan Alhamdulillah tadi subuh nenek buat kue untuk aku jajakan di sekolah. Sesampai di sekolah seperti biasa juga, aku di olok-olok sama teman-temanku yang memang terlahir di keluarga yang kaya dan bahagia.
“Hei, lihat si Beni sang penjual kue,” teriak Jihan sambil menunjuk ke arahku. Seketika semua orang di deket Jihan dan sekitar aku menertawaiku. Namun, Nabilah yang juga termasuk orang kaya sangat berbeda dengan mereka tidak menyukai kalau ada orang yang dihina kayak aku.
“Kalian kenapa sih? Emang kalian tidak kasihan apa, lihat Beni mencari uang untuk menyambung hidupunya!” bentak Nabilah.
“Kamu tuh yang kenapa, kenapa kamu bela dia Nabilah? Kamu naksir yah?” tanya Jihan spontan.
“Aku nggak naksir dia, aku cuma kasihan lihat dia yang setiap hari kalian tertawai, apa kalian tidak malu apa. Dia menjual kue untuk kedua kakek dan neneknya. Sedangkan kalian dan juga aku hidup senang dengan uang hasil jeri payah orang tua, beda dengan Beni,” jawab Nabilah.
Jihan dan teman-temannya hanya terdiam menunduk mendengar penjelasan Nabilah.
“Beni, ayo pergi tinggalin mereka,” ajak Nabilah.
“Iya Nab,” jawabku sambil mengikuti Nabilah dari belakang.
“Nanti kalau kamu di kasih gitu lagi, langsung tinggalin mereka jangan berdiri tegak di depan mereka,” katanya Nabilah dengan sisi yang lebih lembut.
“Gak apa Nab, aku udah hampir tiap hari kok di gituin,” jawabku
“Biasa sih biasi tanpa jangan di biasin donk, emang kamu gak sakit hati apa di gituin?” tanya Nabilah berhenti di depan kelas.
“Kan kenyataan gitu, aku hanya seorang penjual kue beda dengan kalian,” jawabku singkat.
“Iya sih, tapi aku kasihan liat kamu di giniin,” kata Nabilah.
“Aku masuk dulu yah? Mau taruh tas dan membawa kue ini ke kantin,” kataku.
“Ok, aku juga boleh ikutkan ke kantin?” tanyanya.
“Iya boleh,” jawabku sambil berjalan menuju kursiku begitu juga Nabilah yang sekelas dengan aku.
Sepulang sekolah, aku langsung ke kantin dan mengambil hasil penjualan kue nenek terjual dengan harga Rp. 67.000 yang suduh sangat cukup banyak di kehidupan aku, kakek, dan nenek. Di perjalanan pulang mobil putih berhenti di samping dan ternyata itu Nabilah.
“Ben, naik gih aku antarin kamu ke rumah, yah silahturahmi juga ama nenek dan kakek kamu,” kata Nabilah.
“Kagak usah Nab, biar aku jalan saja nanti mobil kamu kotor karena sepatuku yang penuh kotoran,” jawabku menolak.
“Kan ada jasa cuci mobil jadi kagak usah takut kotor,” sambil turun dari mobilnya lalu menarikku masuk ke mobil.
“Kagak usah Nab, aku jalan aja,” kataku sambil membuka pintu mobil.
Nabilah memegang pintu mobilnya, “kalau kamu gak mau pulang bareng aku, aku ngambek!” kata Nabilah sambil ngengir kearahku.
“Baiklah aku terima tawaranmu,” jawabku.
Sekitar lima belas menit perjalanan akhirnya kami sampai di sekitar tempat tinggal aku yang kumuh.
“Rumah kamu di mana Ben, kok gak ketemu-ketemu?” tanya Nabilah.
“Turun di sini aja Nab, rumah aku di gang kecil itu,” jawabku sambil turun dari mobil.
“Yakin di sini aja? Kan masih jauh, perlu aku anterin?” pinta Nabilah.
“Emang mau ikut? Nanti sepatu kamu kotor lagi, kagak usah deh,” jawabku.
Nabilah langsung turun dari mobilnya dan member tahun sopir agar menunggu sebentar. Ku perhatikan Nabilah tidak ada rasa jijik berjalan di gangku yang sempit dan bau ini. Dia hanya tersenyum ke arahku dan sesekali berteriak karena ada kecoak yang lewat di dekatnya. Sesampai di depan rumah, Nabilah terdiam.
“Kamu kenapa Nab?” tanyaku.
“Gak kok, ayo masuk!” ajaknya.
Kami pun masuk dan di sambut oleh kedua kakek dan nenekku.
“Dia siapa Beni?” tanya kakek.
“Namanya Nabilah kek, dia teman sekolah aku,” jawabku
“Kenalin Kek, Nek, aku Nabilah” sahut Nabilah memperkenalkan diri.
Tak lama kemudian Nabilah berpamitan pulang karena sopirnya sudah datang menjemput Nabilah.
#Lima tahun kemudian.
Tahun lalu kakek ku meninggal dan berselang dua bulan setelah kakek meninggal nenek juga meninggal. Kini aku hidup sebaatang kara, Alhamdulillah kini aku bekerja di perusahaan swasta di kota dan gajinya juga lumayan untuk mencukupi kebutuhan hidupku. Kini aku menikah dengan Nabilah yang menjadi istriku dan pendamping setiaku, ia rela meninggalkan kesenangan yang di berikan orang tuanya kepada. Setiap dua kali seminggu Ayah dan Ibu Nabilah sekaligus kakek dan nenek kedua putra dan putriku. Aku dan Nabilah hidup bahagia tanpa bantuan dari Ayah dan Ibu Nabilah.
“Ben, kamu kan lulusan sarjana ekonomi. Gimana kalau kamu jadi wakil direktur di perusahaan bapak, mau tidak?” tanya ayah Nabilah.
“Saya terserah dari bapak dan Nabilah saja,” jawabku singkat.
“Terima saja Yah! Kan biar dekat ama bapak aku,” sahut Nabilah.
“Baiklah pak, aku terima,” jawabku sambil memeluk ayah Nabilah.
Kini perusahaan tempat aku bekerja sangat maju dan semakin maju setiap harinya. Tak lupa setiap ada kesempatan aku pergi berziarah ke makam kakek dan nenek. Kabar dari ayah dan ibuku kini sudah tidak pernah lagi aku dengar. Kini aku bahagia hidup bersama istriku Nabilah dan kedua anakku. (SELESAI)
1 Komentar:
Amazing story, Follback blog yah bro!! :) http://imaginary-boy.blogspot.com/
ReplyPost a Comment