Ku terduduk di pelataran rumah, sambil meneguk segelas teh yang dibuatkan oleh ibuku. Angin bertiup sepoi-sepoi, membuat sehelai daun mangga yang kering terjatuh ke permukaan bumi. Mendengar sebuah lagu yang dapat menemaniku. Ku ingat waktuku masih bersamanya. Berbagi suka dan duka dimasa lalu, tapi kini itu hanya tinggal kenangan. Akibat kecelakaan itu, dia meninggalkanku sendiri bersama semua kenangan yang terjalin diantara kami. Tak lama kemudian aku meminta izin untuk pergi berjalan-jalan disekitar kompleks rumah.
“Bu…..!! Zhaky mau keluar dulu yah?” kataku sambil berteriak.
“Iyaa….!! Tapi jangan pulang telat yah?”
“Iya bu, Zhaky gak akan pulang telat kok”.
Aku memulai langkahku, membuka pagar besi lalu menuju rumah Tamara. Aku kembali terdiam dan terhenti saat mengingatnya, “Tamara.. semoga kamu tenang di alam sana”, kataku dalam hati. Ku melihat ibu dan ayah Tamara akan pindah rumah, aku langsung berlari menghampirinya.
“Tante… tante mau pergi kemana?” kataku
“Tante mau pindah nak, karena ayah Tamara pindah tugas lagi ke Makassar”.
“Maaf yah tante?, aku jadi ngengingatan tante tentang Tamara”
“Gak apa nak, lagipula kejadian itu sudah tiga tahun yang lalu”.
“Kalau gitu, Zhaky pergi dulu, tante hati-hati di jalan”
“Iya nak”. Katanya sambil menaikkan barang ke mobil.
Ku melanjutkan perjalananku. Kini aku berada di taman itu, tempat dimana aku pertama mengenalnya. Sungguh indah masa-masa itu. Dari kejauhan ku melihat seorang gadis yang sangat mirip dengan Tamara, aku berlari dan menghampirinya.
“Tamara……!!” teriak sambil berlari.
Sesampai disana dibelakang gadis itu, gadis itu membalikkan badannya.
“Kamu manggil aku?”, katanya
“Maaf aku salah orang”. Kataku sembari meninggalkannya
“Heeii… jangan pergi dulu!” katanya meneriaku
Aku berbalik dan mendekatinya.
“Ada apa?” kataku
“Aku Cuma mau kenalan kok, namaku Amel. Kalau kamu?”
“Namaku Zhaky!” kataku
“Kamu kenapa? Kok wajahnya lesuh amat”.
“Ini gara-gara kamu” kataku
“Lah kok aku?, padahal baru tadi kita kenalan” katanya membentakku
“………….”. Aku hanya diam dan menatapnya
Dia langsung memukul pundakku.
“Aku!! Gak apa-apa kok, ayo kita keliling taman ini, entar aku ceritain”
Di perjalanan ku menceritakan semua tentang Tamara. Kelihatan dia juga mencermati apa yang ku ceritakan. Setelah itu aku hanya terdiam, dihati sangat rindu dengan Tamara. Mengenang semua yang terjadi di masa lalu. Seandainya itu tidak terjadi, mungkin Tamara yang sekarang berjalan bersamaku berjalan mengelilingi taman ini.
“Kok bengong aja?” katanya.
“Gak kok, aku cuman mau diam aja”, kataku.
“Pasti kamu ngengingat dia kan?, aku tahu kok perasaan kamu”. Katanya menyemangatiku.
“Uuuh kamu sotoi deh, aku gak mikiran dia”. Kataku dengan sedikit senyum.
“Uuuh aku dikatain sotoi, lah emang kamu lagi mikirin dia. Tapi, maaf yah aku udah mengingatkan kamu dengan dia”. Katanya sambil menunduk.
Kini sang mentari akan kembali ke peraduannya. Hari semakin gelap, aku mengakhiri pembicaraanku dengannya.
“Aku pulang dulu yah”, kataku.
“Iyaa aku juga mau pulang kok”
“Ohh yah, aku tunggu kamu besok di jam yang sama disini, ok?”
“Ok…..”
***
Keesokan harinya, aku berjalan menuju taman. Ternyata dia menungguku, karena aku datang telat. Aku langsung menyapanya.
“Hai.. dah lama disini?”
“Gak kok, kamu kok lama?” omelnya
“Maaf Mel, aku tadi punya tugas dari ibu, yah maklumlah kitakan lagi libur sekolah”.
“Mau nggak temanin aku, aku hanya seminggu disini. Aku punya keluarga disini yah aku liburan ke sini aja”.
“Waah asyik tuh, ok aku akan nemenin kamu kok”, kataku sambil tersenyum.
“Ok kita sekarang mau ke mana?” katanya
“Bagaimana kalau kita keliling kota ini dengan mengendarai sepeda”
“Seru juga tuh, tapi aku tidak punya sepeda”.
“Aku punya dua kok di rumah, ayo ke rumahku”.
Kami berjalan ke rumahku sambil bercanda, aku merasa dia mirip dengan Tamara. Keceriannya membuatku dapat ceria kembali. Aku kembali mengenang masa laluku bersama Tamara. Aku tak bisa terlepas dari kenangan itu, walaupun itu udah lama. Tapi, itu sangat berarti bagiku waktu aku bersama Tamara.
Sesampai dirumah aku langsung menyuruhnya duduk, dan aku langsung ke garasi untuk mengambil sepeda. Sepeda itu sudah lama aku tidak pakai. Sebelum memakainya, ku membersihkan sepeda tersebut karena sudah banyak debu yang melekat.
Setelah itu aku mengajaknya, “Mel… ayo cepetan ke sini, sepedanya dah siap nih!!” sambil mengusap keringat yang bercucuran. Kami langsung keluar kompleks dan menuju tempat-tempat bagus di kota ini. Kami menikmati perjalanan kami ini, aku tertawa bersama sambil menaiki sepeda mengelilingi kota.
***
Seminggu telah berlalu, hari ini Amel akan kembali ke Makassar. Aku pergi ke rumahnya, jaraknya sekitar dua blok dari rumahku. Aku melihatnya akan naik ke mobil. Aku langsung berteriak.
“Mel.. tunggu”, teriakku
Dia mengurungkan niatnya naik ke mobil dan menuju ke arahku, tak ku sangka ia langsung memeluk aku dengan erat sambil meneteskan air mata.
“Mel, kenapa nangis? Kitakan bisa ketemu lagi.
“Gak kok, tapi, aku sangat berterima kasih ke kamu, karena kamu telah memberi pengalaman yang baru”.
“Nih.. kamu pakai terus yah agar kamu bisa selalu ingat aku”, sambil memberikan gelang yang aku buat sendiri.
“Iya aku akan selalu memakai ini kok”.
“Kalau gitu, pergi sono gih naik ke mobil” katanya sambil tersenyum
“Baiklah, liburan sekolah semester depan aku tunggu kamu di tempat kita pertama ketemu yah?”, sambil menuju ke mobil.
“Ok.. aku janji”
Mobil yang ia pakai mulai berjalan meninggalkanku, aku melambaikan tanganku ke arahnya. Setelah itu mobil telah jauh dan tak terlihat lagi. Aku kembali berjalan pulang ke rumah sambil mengenang semua yang terjadi bersama Amel. (SELESAI)
Post a Comment