Prolog ~
Kehidupanku mulai berubah sejak ledakan besar yang terjadi pagi itu.
Seorang perempuan memberiku sebuah kubus berwarna biru yang ia sebut itu
adalah brawler. Kubus itu membuatku menjadi karakter baru dan
berbeda dengan sebelumnya. Aku seorang anak yatim piatu yang ditinggal
oleh kedua orang tuaku 10 tahun lalu. Mereka dibunuh oleh temannya
sendiri. Kejadian itu membuatku trauma mempunyai teman.
Sejak
kecil, aku tinggal bersama bibiku. Bibiku sudah ku anggap seperti Ibuku
sendiri meski ku tau itu tak sama. Akibat brawler yang diberikan
perempuan itu, banyak orang yang menginginkan brawler miliknya. Hingga
ku sadari aku mampu menggunakan pedang, pedang itu berasal dari brawler
milikku yang telah diaktifkan oleh brawler miliknya.
Brawler itu
membuatku mampu menggunakan teknik pedang. Meski aku tak pernah belajar
menggunakan pedang. Apalagi zaman ini, sudah banyak senjata api yang
mampu mematikan musuh dalam sekejap. Tetapi, pedang ini juga memiliki
kekuatan khusus yang bisa membuat orang mati dalam sekejap.
Lawan-lawanku juga seorang pengguna pedang, serta berbagai macam
brawler.
Sebagian orang
pasti tidak akan mengerti perasaan manusia yang sesungguhnya, tetapi
setidaknya ada waktu untuk mengetahui perasaan orang tersebut. Bahkan
orang terdekat yang ada di sekitar kita mungkin tidak bisa mengetahui
keadaan hati kita. Semua sibuk dengan urusan mereka sendiri, hingga
mereka tak peduli dengan kita. Aku selalu memerhatikan mereka yang
selalu menganiaya orang lain. Aku tidak berani ikut campur, aku takut,
tidak berani melawan ketakutanku untuk menolong orang yang sedang dalam
kesusahan.
Terkadang, aku hanya melihat mereka dipukul, dihina, dihindari, dan banyak kejadian yang bagiku itu hal yang sangat biasa, meski ku tau itu hal yang buruk. Aku hanya menggunakan earphone-ku seolah-olah tidak ada yang terjadi di sekitarku.
Aku berjalan menyusuri jalan setapak dengan beberapa dedauan yang menerpa wajahku. Kesedihan dan rasa sepi selalu menghampiriku seolah-olah aku tak berada di dunia ini. Disela-sela keheningan, seorang gadis manis menyapaku dengan suara khasnya.
"Kousuke!" memanggilku dengan suara lantang, "Takaguchi Kousuke," memanggil ulang namaku.
Aku berhenti dan membalikkan badanku ke arahnya, "Ada apa Nishigaki Yuka?" tanyaku sambil tersenyum ke arahnya.
"Seperti biasanya, senpai selalu tampak seperti ini," katanya lesuh.
Aku hanya terdiam dan berjalan menuju sekolah. Yuka mengikut di belakangku. Sebetulnya aku sangat tidak suka bergaul dan bersosialisasi dengan siapapun, termasuk Yuka. Aku begini karena aku trauma dengan bersosialisai, aku melihat Ayah dan Ibu dibunuh oleh temannya. Aku masih kecil, aku tidak tau apa-apa waktu itu.
"Kousuke senpai?" panggil Yuka kepadaku.
Aku hanya menoleh ke arahnya dengan sedikit senyum. Entahlah bagaimana aku bisa tidak tertarik dengan gadis dengan mata serta rambut berwarna biru ini dan tinggi gadis itu hanya sampai dibahuku.
"Senpai, apa aku menganggumu?" tanya Yuka.
"Aku rasa tidak, aku akan ke kelasku," jawabku lalu meninggalkannya di depan pintu gerbang sekolah.
Sebuah ledakan membuatku terlempar ke belakang. Aku menggunakan kedua tanganku untuk menghalangi serpihan dari ledakan itu mengenai mataku. "Ciih," keluhku. Aku berjalan ke arah ledakan yang membuat sebuah lubang yang cukup besar dan hampir menghancurkan ruang kelas di sekitarnya. Aku turun ke dalam lubang dan mendapati seorang gadis terbaring di situ.
"Hei! Apa kau tidak apa-apa?" aku membaringkannya di atas pahaku. Gadis dengan rambut berwarna merah maroon ini tetap tak sadarkan diri. Aku bingung mau melakukan apa lagi dengan gadis ini. Melihat pakaiannya, sebuah gaun berwarna merah ia kenakan dengan sebuah sabuk senjata seperti tempat pedang ada dipunggungnya.
"Aku di mana?" gadis itu terbangun dengan menatap ke arahku, mata sayunya yang berwarna merah. Aku langsung membangunkannya dari pahaku dan mengangkatnya untuk duduk di hadapanku.
Di antara debu akibat ledakan. si gadis mengeluarkan cahaya dari dadanya dan mengeluarkan sebuah kubus berwarna biru, lalu ia mengarahkan kubus itu ke arah dadaku. Terasa sangat sakit hingga aku merasa terbawa ke dalam suatu tempat yang sangat terang. Hanya ada warna putih dengan sedikit titik berwarna biru dibeberapa sudut.
"Kubus itu adalah brawler milikku, brawler adalah sebuah kubus berisi kekuatan dari dalam jiwa yang dibuat untuk menyimpan kekuatan penghidup dalam diriku. Brawler milikmu adalah brawler penjaga, aku memilihmu karena itu."
"Tunggu, kau tau aku dari mana? Siapa kau?" tanyaku kebingungan.
"Aku adalah Satou Megumi, aku sudah mengamatimu sejak dulu. Aku hampir tau semua kehidupanmu. Aku datang dari sebuah tempat yang tidak pernah bisa didefinisikan. Aku juga sudah tau kau Takaguchi Kousuke,"
Perlahan-lahan ruangan dengan latar putih ini menghilang dan membawaku kembali. Seolah tak pernah terjadi apa-apa, lubang, kerusakan, semua menghilang. Ada apa ini? Aku kebingungan dan melihat sekelilingku seolah-olah tak terjadi kekacauan.
"Kousuke Senpai, kau kenapa?" tanya Yuka.
"Apa kau tidak melihat ledakan di sini?" tanyaku keheranan.
"Kau bicara apa senpai? Di sini baik-baik saja," jawab Yuka.
Sepulang
sekolah, aku masih saja mengkhayalkan kejadian tadi pagi. Kejadian aneh
yang membuat aku merasakan kesedihan dan kesepian yang teramat terasa,
hingga aku tak sadar telah meneteskan air mata. Tiba-tiba, sebuah cahaya
putih terlihat sangat jelas dihadapanku. Seorang lelaki dengan pedang
cukup besar dikeliling cahaya berwarna merah kegelapan keluar dari
cahaya itu.
"Takaguchi Kousuke," panggil lelaki itu dengan mengarahkan pedangnya kearahku.
Aku kaget, dan tidak sadar sebuah pedang telah ada digenggamanku. Pedang yang panjangnya sepanjang dengan dari ujung kaki hingga pangkal pahaku. Dikelilingi dengan cahaya berwarna putih dengan sedikit warna biru.
"Ooo, kau sudah bisa menggunakan brawler yang diberikan Megumi kepadamu?" tanya lelaki itu.
"Siapa kau? Dari mana kau tau kami?" aku heran, kenapa banyak yang tau tentangku. Aku ini tidak eksis, kenapa aku yang dipilih Megumi.
"Aku Seki Toshihiko, brawlerku adalah kegelapan. Aku datang ke sini untuk merebut brawler Megumi!"
Seki berlari ke arahku dengan mengarahkan pedang kegelapannya ke arahku. Mungkin sebuah refleks, sehingga aku langsung menangkis pedang Seki dengan pedangku. Percikan api terjadi karena benturan kedua pedang kami. Aku merasa terdesak hingga aku sedikit mundur ke belakang. Seki terus saja mengayungkan pedangnya ke arahku. Hingga sebuah cahaya gelap yang berasal dari pedangnya muncul dan mengarahkannya kepadaku. Sebuah anak panas menembus cahaya itu dan membuat Seki terlempar ke belakang. Sebuah ledakan terjadi akibat anak panah itu.
"Megumi!" teriak Seki yang langsung lari ke arah Megumi.
"Cih, ada apa dengan pedang ini," seperti ditarik oleh pedang itu, dan membuat Seki terlempar ke arah gedung, yang baru aku sadari ternyata kami pindah ke tempat yang bukan tempat biasa aku lewati.
"Kousuke, kita ada di tempat yang tak terdefinisikan, silahkan lakukan apa saja, jika pedangmu telah selesai digunakan, kita akan kembali." jelas Megumi
"Haah? Aku masih tidak mengerti, tapi baiklah," akuu merasakan suatu dorongan untuk bertarung.
Aku langsung mengarahkan pedangku arah Seki dan membuatnya terlempar lebih jauh lagi. Debu-debu menutupi Seki dan aku tak melihatnya lagi. Aku melihat ke arah Megumi, aku juga tidak melihatnya, aku melihat sekitar telah kembali seperti semula. Pedang yang ada ditanganku menghilangku.
Semua kembali seperti semula. Tiba-tiba Yuka datang menghampiriku.
"Kousuke senpai kenapa?" tanya Yuka.
"Aku hidup dalam kesedihan?" tanyaku balik.
"Maksud senpai? Aku bisa buat senpai senang," hibur Yuka dengan sedikit tawa riang darinya.
"Aku merasa seperti tidak hidup di dunia ini, aku seperti orang asing. Apakah aku terlihat seperti itu Yuka?" tanyaku.
"Sudahlah senpai, senpai aku pulang dulu, bye bye,"
Yuka pergi ke arah jalan yang berbeda denganku. Aku kembali merasa sepi. Sebuah tangan meraih bahuku, menggunakan pakaian berwarna merah dengan cincin berwarna merah. Tersadar aku telah berada dalam ruang tak terdefinisikan dengan latar berwarna putih dengan sedikit kebiruan.
To be continued~
Terkadang, aku hanya melihat mereka dipukul, dihina, dihindari, dan banyak kejadian yang bagiku itu hal yang sangat biasa, meski ku tau itu hal yang buruk. Aku hanya menggunakan earphone-ku seolah-olah tidak ada yang terjadi di sekitarku.
Chapter 1: Beginning
Aku berjalan menyusuri jalan setapak dengan beberapa dedauan yang menerpa wajahku. Kesedihan dan rasa sepi selalu menghampiriku seolah-olah aku tak berada di dunia ini. Disela-sela keheningan, seorang gadis manis menyapaku dengan suara khasnya.
"Kousuke!" memanggilku dengan suara lantang, "Takaguchi Kousuke," memanggil ulang namaku.
Aku berhenti dan membalikkan badanku ke arahnya, "Ada apa Nishigaki Yuka?" tanyaku sambil tersenyum ke arahnya.
"Seperti biasanya, senpai selalu tampak seperti ini," katanya lesuh.
Aku hanya terdiam dan berjalan menuju sekolah. Yuka mengikut di belakangku. Sebetulnya aku sangat tidak suka bergaul dan bersosialisasi dengan siapapun, termasuk Yuka. Aku begini karena aku trauma dengan bersosialisai, aku melihat Ayah dan Ibu dibunuh oleh temannya. Aku masih kecil, aku tidak tau apa-apa waktu itu.
"Kousuke senpai?" panggil Yuka kepadaku.
Aku hanya menoleh ke arahnya dengan sedikit senyum. Entahlah bagaimana aku bisa tidak tertarik dengan gadis dengan mata serta rambut berwarna biru ini dan tinggi gadis itu hanya sampai dibahuku.
"Senpai, apa aku menganggumu?" tanya Yuka.
"Aku rasa tidak, aku akan ke kelasku," jawabku lalu meninggalkannya di depan pintu gerbang sekolah.
Sebuah ledakan membuatku terlempar ke belakang. Aku menggunakan kedua tanganku untuk menghalangi serpihan dari ledakan itu mengenai mataku. "Ciih," keluhku. Aku berjalan ke arah ledakan yang membuat sebuah lubang yang cukup besar dan hampir menghancurkan ruang kelas di sekitarnya. Aku turun ke dalam lubang dan mendapati seorang gadis terbaring di situ.
"Hei! Apa kau tidak apa-apa?" aku membaringkannya di atas pahaku. Gadis dengan rambut berwarna merah maroon ini tetap tak sadarkan diri. Aku bingung mau melakukan apa lagi dengan gadis ini. Melihat pakaiannya, sebuah gaun berwarna merah ia kenakan dengan sebuah sabuk senjata seperti tempat pedang ada dipunggungnya.
"Aku di mana?" gadis itu terbangun dengan menatap ke arahku, mata sayunya yang berwarna merah. Aku langsung membangunkannya dari pahaku dan mengangkatnya untuk duduk di hadapanku.
Di antara debu akibat ledakan. si gadis mengeluarkan cahaya dari dadanya dan mengeluarkan sebuah kubus berwarna biru, lalu ia mengarahkan kubus itu ke arah dadaku. Terasa sangat sakit hingga aku merasa terbawa ke dalam suatu tempat yang sangat terang. Hanya ada warna putih dengan sedikit titik berwarna biru dibeberapa sudut.
"Kubus itu adalah brawler milikku, brawler adalah sebuah kubus berisi kekuatan dari dalam jiwa yang dibuat untuk menyimpan kekuatan penghidup dalam diriku. Brawler milikmu adalah brawler penjaga, aku memilihmu karena itu."
"Tunggu, kau tau aku dari mana? Siapa kau?" tanyaku kebingungan.
"Aku adalah Satou Megumi, aku sudah mengamatimu sejak dulu. Aku hampir tau semua kehidupanmu. Aku datang dari sebuah tempat yang tidak pernah bisa didefinisikan. Aku juga sudah tau kau Takaguchi Kousuke,"
Perlahan-lahan ruangan dengan latar putih ini menghilang dan membawaku kembali. Seolah tak pernah terjadi apa-apa, lubang, kerusakan, semua menghilang. Ada apa ini? Aku kebingungan dan melihat sekelilingku seolah-olah tak terjadi kekacauan.
"Kousuke Senpai, kau kenapa?" tanya Yuka.
"Apa kau tidak melihat ledakan di sini?" tanyaku keheranan.
"Kau bicara apa senpai? Di sini baik-baik saja," jawab Yuka.
"Takaguchi Kousuke," panggil lelaki itu dengan mengarahkan pedangnya kearahku.
Aku kaget, dan tidak sadar sebuah pedang telah ada digenggamanku. Pedang yang panjangnya sepanjang dengan dari ujung kaki hingga pangkal pahaku. Dikelilingi dengan cahaya berwarna putih dengan sedikit warna biru.
"Ooo, kau sudah bisa menggunakan brawler yang diberikan Megumi kepadamu?" tanya lelaki itu.
"Siapa kau? Dari mana kau tau kami?" aku heran, kenapa banyak yang tau tentangku. Aku ini tidak eksis, kenapa aku yang dipilih Megumi.
"Aku Seki Toshihiko, brawlerku adalah kegelapan. Aku datang ke sini untuk merebut brawler Megumi!"
Seki berlari ke arahku dengan mengarahkan pedang kegelapannya ke arahku. Mungkin sebuah refleks, sehingga aku langsung menangkis pedang Seki dengan pedangku. Percikan api terjadi karena benturan kedua pedang kami. Aku merasa terdesak hingga aku sedikit mundur ke belakang. Seki terus saja mengayungkan pedangnya ke arahku. Hingga sebuah cahaya gelap yang berasal dari pedangnya muncul dan mengarahkannya kepadaku. Sebuah anak panas menembus cahaya itu dan membuat Seki terlempar ke belakang. Sebuah ledakan terjadi akibat anak panah itu.
"Megumi!" teriak Seki yang langsung lari ke arah Megumi.
"Cih, ada apa dengan pedang ini," seperti ditarik oleh pedang itu, dan membuat Seki terlempar ke arah gedung, yang baru aku sadari ternyata kami pindah ke tempat yang bukan tempat biasa aku lewati.
"Kousuke, kita ada di tempat yang tak terdefinisikan, silahkan lakukan apa saja, jika pedangmu telah selesai digunakan, kita akan kembali." jelas Megumi
"Haah? Aku masih tidak mengerti, tapi baiklah," akuu merasakan suatu dorongan untuk bertarung.
Aku langsung mengarahkan pedangku arah Seki dan membuatnya terlempar lebih jauh lagi. Debu-debu menutupi Seki dan aku tak melihatnya lagi. Aku melihat ke arah Megumi, aku juga tidak melihatnya, aku melihat sekitar telah kembali seperti semula. Pedang yang ada ditanganku menghilangku.
Semua kembali seperti semula. Tiba-tiba Yuka datang menghampiriku.
"Kousuke senpai kenapa?" tanya Yuka.
"Aku hidup dalam kesedihan?" tanyaku balik.
"Maksud senpai? Aku bisa buat senpai senang," hibur Yuka dengan sedikit tawa riang darinya.
"Aku merasa seperti tidak hidup di dunia ini, aku seperti orang asing. Apakah aku terlihat seperti itu Yuka?" tanyaku.
"Sudahlah senpai, senpai aku pulang dulu, bye bye,"
Yuka pergi ke arah jalan yang berbeda denganku. Aku kembali merasa sepi. Sebuah tangan meraih bahuku, menggunakan pakaian berwarna merah dengan cincin berwarna merah. Tersadar aku telah berada dalam ruang tak terdefinisikan dengan latar berwarna putih dengan sedikit kebiruan.
To be continued~
Post a Comment