Salah satu keindahan yang hanya
mungkin bisa dinilai oleh beberapa orang adalah saat hujan itu terjadi dikala
senja menjelang. Mungkin hanya hujan biasa saja, tetapi kalian akan menikmati
hujan ini ketika berada dibawah guyuran hujan itu sendiri. Setiap tetes air
yang jatuh akan memantulkan cahaya oranye dari matahari dan itu cukup indah
sebagai pelipur lara dan kepenatan hari-hari penuh perjuangan.
Tiba-tiba suara kecil
memanggil-manggilku seakan memarahiku, tangannya menarik-narik lenganku yang
sudah basah oleh air hujan. Ia terlihat cukup jengkel dengan keadaan seperti
ini, aku dengan pasrah mengikuti arah tarikannya dan mendekati sebuah pondok di
pinggir danau buatan ini.
“Pakai ini,” sambil menyodorkan
handuk dari dalam tasnya.
Aku segera mengeringkan rambutku
sambil melihat gadis dengan muka innocent, badan mungil, dan bisa
kubilang dia cukup cantik. Namanya juga cukup aneh buatku, Auryn Aurelia. Kami
berdua memang masih SMA kelas 1 dan baru berteman beberapa bulan ini.
“Rio Pratama yang hobinya suka main hujan,
kalau kamu sakit aku nggak tanggung jawab,” katanya dengan kedua tangan
diangkat setinggi bahu.
“Peduli amat, kamu sendiri kenapa
peduli sama aku?” tanyaku dengan sedikit menyeringai.
“Oh, ok, ok, aku akan pergi,” ia
terlihat sedikit memperlihatkan kebohongan.
“Dalam hitungan ketiga, kamu akan
berhenti, 1…, 2…, dan 3,” aku berhasil menebaknya.
“Kau selalu saja menggunakan
intuisimu,” katanya sebelum ia berbalik ke arahku.
Bagaimana tidak, sebelum ia pergi
dengan mengucapkan kalimat kebohongan itu, ia menggaruk ujung hidungnya yang
menandakan sedang melakukan kebohongan. Bahasa tubuh seseorang yang sudah kita
kenal akan sangat mudah untuk diketahui. Aku segera berlari meninggalkannya di
pondok dengan baju basahku, dengan sedikit senyum aku melambaikan tangan ke
arahnya setelah kurasa jarak antara kami cukup jauh. Aku segera berbalik
melanjutkan perjalananku, ia seperti berteriak mengejekku sebelum aku tidak
melihatnya lagi di antara pepohonan yang menutupi danau.
Bodoh
Kata dari pesan singkat itu cukup
dalam maknanya, aku benar-benar sedang dalam masalah sekarang. Mungkin Auryn
marah tapi ia akan tambah terlihat seperti orang bodoh jika mengatakan itu
langsung. Beberapa hari yang lalu ia memukulku lalu mengucapkan kalimat itu,
dengan wajah innocentnya ia memeletkan lidahnya, dengan sebuah senyum saja ia
kembali tertawa melihatku.
***
“Mau temani aku ke danau, tidak?”
ajakku.
“Hmm, kurasa tidak,” ia terlihat
ragu, “Aku ada janji,” ia tambah gelisah.
Aku hanya diam melihat gerakan
tubuhnya, “Oh, baiklah.”
Kami berpisah di depan pintu masuk
menuju area danau. Ia terlihat seperti dalam masalah, tetapi aku tidak boleh
selalu membantunya. Selama beberapa bulan ini, ia mendapat bantuan dariku,
mulai dari hal kecil sampai hal besar seperti membohongi guru BK yang akan
menghukumnya.
Sesampai di danau, aku segera
mengambil tempat favoritku. Meskipun tempat ini cukup besar, pengunjungnya
mungkin hanya kami berdua jika sedang ramai. Orang-orang lebih suka menuju
danau yang berada di ujung lain, mungkin rute untuk menuju tempat ini agak
sulit. Ketika menyandarkan punggung pada sebuah pohon, terlihat disudut lain
danau ada seorang gadis bersama dengan seorang lelaki. Mereka terlihat sangat
senang, kurasa mereka seumur denganku. Aku segera menyiapkan kanvas berserta kuas
dan cat yang akan kupakai. Aku bisa membayangkan wajah riang mereka melalui
kelebihanku dalam berkhayal, mereka sangat senang dan terasa aku hanyut bersama
kebahagian mereka. Aku…, cukup bahagia dengan keadaan seperti ini.
“Lukisan yang bagus,” terdengar
sebuah pujian yang diarahkan kepadaku.
Aku menoleh dan mendapati Auryn
tengah terduduk manja di sebuah batang pohon tak jauh dariku. Aku hanya memberi
sedikit senyum, lalu melanjutkan lukisanku yang sudah hampir selesai. Tak
berapa lama, goresan dari kuas yang aku pakai menyelesaikan lukisan yang aku
beri nama “Futari (ふたり)” yang
merupakan bahasa Jepang berarti berdua.
“Semakin bagus dari sini,” katanya kepadaku.
“Terima kasih,” hanya kata itu dengan sebuah senyum yang dapat kuberikan
kepada Auryn.
Aku merasakan ketidak tenangan Auryn yang melihat langit diselimuti oleh
awan gelap. Sekali lagi, hujan akan terjadi dikala senja menjelang. Aku segera
mengemasi peralatan yang kupakai melukis dan membawanya ke pondok, Auryn hanya
terbengong melihat apa yang ku lakukan. Kurasa ia tak perlu melakukan itu,
karena aku sudah biasa melakukan hal seperti ini beberapa hari yang lalu.
“Jangan bilang kau mau melakukan itu lagi,” ia berdiri lalu datang
menghampiriku.
“Hahaha, aku sudah melakukannya, mau ikut?” sambil memegang tangannya.
“Lepaskan,” ia melepaskannya, “Tidak, aku lebih baik melihatmu dari sana,”
katanya sambil menunjuk pondok.
Mungkin Auryn tidak tau mengapa aku sering melakukan ini, aku akan
memberitahumu tapi jangan sekali-kali memberi tahu Auryn tentang ini. Aku
menyukai hal ini karena sebelum lulus SMP beberapa bulan yang lalu, hujan di
kala senja seperti ini menjadi saksi bisu perpisahanku dengan seseorang yang
cukup berharga untukku. Aku juga akan memberitahu kalian namanya, nama gadis
itu adalah Thia Ananda, panggil saja dia Thia.
Kurasa tetesan air mulai membasahi rambutku, kemudian membasahi bagian
bahuku. Semakin lama, hujan semakin deras dan cahaya oranye kembali menyinariku
seperti kemarin. Sungguh menyenangkan bisa merasakan ini apalagi jika bersama
Thia. Kurasa gigiku mulai gemetar dan dingin serasa menusuk semakin dalam dan
semakin dalam. Tanpa sadar aku berteriak sambil memalingkan pandang ke arah
Auryn, “Kau bahkan tidak akan mengerti aku, jika tak bisa menemaniku di sini!”
“Oh begitu? Kurasa cukup mereka saja yang mengerti Anda!”
“Kuharap kau juga bisa!”
“Tidak, cukup mereka saja!” ia kemudian pergi meninggalkanku sendirian
ditengah guyuran hujan. Ia terlihat menangis, entah kenapa dengannya. Jangan
bilang kalau kalian memberitahu apa yang kuberitahu tadi, karena aku
mempercayai kalian untuk tidak memberitahunya.
Aku segera berlari menyusulnya, ia cukup cepat dalam hal melarikan diri
dari masalah. Beberapa meter setelah pintu masuk ke dalam danau, aku dapat
melihat tubuhnya berlari di bawah guyuran hujan. Aku mempercepat tempo lariku,
sehingga beberapa menit kemudian aku dapat meraih tangannya. Kami terdiam
setelah adegan ini, aku memegang tangannya ditengah guyuran hujan, tidakkah itu
romantis? Aku segera mencoba menyusun kata untuk melancarkan alibi penuh
penyesalan.
“Kenapa pergi?” tanya sambil melepas tangannya dengan pelan.
“Kau ingat? Kau menulis judul itu karena dia,” katanya.
“Maksudmu?”
“Dia, dia yang mengerti kamu, dia si Thia adalah penggemar Jepang,” katanya
sambil menangis tapi terlihat seperti hanya air hujan yang membasahi wajahnya.
“Kenapa...,” aku kehabisan kata-kata.
“Sudah, aku sudah tau tentang itu dari Ibumu,” ia mengusap wajahnya, “Thia
selalu datang ke rumahmu, seperti halnya aku yang selalu bermain ke rumahmu,”
jelasnya.
“Jangan pernah samakan! Aku berbeda!” bentakku.
“Ya, kami berbeda, aku tidak layak untukmu!” ia terlihat sangat cantik kali
ini.
“Sudah,” aku memeluknya dengan erat, isak tangisnya semakin jelas terdengar
dengan keadaan seperti ini. Untuk pertama kalinya, aku memeluk seorang gadis
seperti ini. Aku tidak pernah berpikir apakah yang kulakukan ini benar atau
tidak, tapi kurasa satu kali utnuk pertama kalinya itu tidak salah, “Kau
berbeda dengannya, kau lebih baik, aku sayang kamu,” lanjutku.
Ia seperti berusaha melepas pelukanku, aku membiarkannya. Ia mengangkat
kepalanya dan melihatku dengan wajah innocent-nya yang buat hatiku
semakin senang melihatnya. Kemudian, dia kembali memeluk erat tubuhku ditengah
guyuran hujan disenja ini. Matahari semakin oranye dari sini, hujan pun segera
reda. Kami berdua melepaskan pelukan dan berjalan menuju pondok untuk mengambil
peralatan melukisku.
“Tolong bawakan ini,” aku memberika tas yang berisi kuas dan cat milikku.
Aku membawa kanvas yang ku pakai dengan tangan kiriku. Dia berjalan di
sebelah kananku, aku dengan berani menggunakan tangan kananku untuk
merangkulnya. Dia tidak menolak dan hanya melemparkan senyuman penuh makna ke
arahku. Kami berjalan meninggalkan kemiau senja itu, sambil mengeluarkan tawa
bahagia dari bibir mungilnya yang membuatnya sangat manis dan cantik.
Aku tidak pernah berharap untuk dimengerti
oleh siapun, hanya saja
aku mau kau selalu ada untuk belajar mengerti
diriku.
Gufkun
Post a Comment