Go- Gumi: Chapter 03 - Rencana Selanjutnya


Setiap Yukio dan kawan-kawan ingin mengambil barang, tingkat keamanan sudah cukup ketat. Mereka hanya bisa bertahan beberapa menit dan mengambil  beberapa barang. Jika dari sisi keamanan, tempat mereka masuk tidak terlalu mencolok.

“Mungkin mereka telah menyadarinya,” ucap Hinata lirih.

“Ya, kurasa juga begitu,” timpal Haruka.

Mereka meributkan masalah ini di basecamp yang bagian dalamnya sudah lengkap dengan peralatan kapal selam. Komponen-komponen sudah lengkap, meski kapal selam ini tidak mempunyai senjata. Mempunyai kapal ini saja sudah lebih dari cukup untuk membantu mereka melihat dunia luar. Hizu dan Hazu terlihat tak bersemangat sedangkan Yukio sudah mulai memukul-mukul jok depan. Hinata hanya  memainkan rambutnya, Haruka saja yang menggunakan otaknya untuk memikirkan hal itu.

“Jika kita hanya terfokus pada satu masalah, masalah yang lain tidak akan pernah terpikirkan oleh kita,” ia berdiri sambil mengepal kedua tangannya, “Kita juga harus mencari cara untuk mengeluarkan kapal ini ke dunia sana!”

Keempat teman Haruka langsung terdiam dan langsung menatapnya. Tak beberapa lama kemudian, Hazu berlari meninggalkan basecamp dengan kecepatan super cepat.

“Hei! Kau mau ke mana, bodoh?” teriak Yukio, “Huh, dasar bodoh,” timpalnya setelah tak mendapat respon dari Hazu.

Kini mereka tinggal berempat, kembali seperti tadi. Mereka terperangkap dalam keheningan. Dalam benak Yukio adalah bagaimana cara melengkapi bagian luar kapal agar terlihat sempurna. Yukio hanya mencoba bagian mesin, apa sudah bisa digunakan atau tidak. Hizu membantu di bagian mesin karena ia cukup handal di bagian itu. Hinata dan Haruka bertindak sebagai orang yang mendesain interior dan eksterior kapal.

***

Keegoisan, benarkah sudah wajar?

Kuroko Tetsuya
Terlintas dibenak sendiri, apakah egois itu wajar? Menurut pribadi sendiri, egois itu wajar. Meskipun manusia adalah makhluk sosial, tetapi sekali untuk tidak memikirkan orang lain itu tidak apa, itu menurut saya. Parahnya lagi, egois dianggap sebagai penyakit sosial. Anda bisa bayangkan, jika kita hanya selalu memikirkan orang, berarti secara tidak langsung kita telah mengabaikan kebahagian atau kesenangan untuk diri kita sendiri. Saya bukannya melarang untuk tidak melakukan itu, tapi tolong pikir perasaan Anda juga.

Anda suka tidak? Pastinya tidak. Anda pasti tidak suka menjadi alat bagi orang lain, memang niatnya baik untuk membantu, tapi kurangilah membantu orang lain. Membantu di sini dalam artian yang sempit, maksudnya membantunya untuk hal yang Anda tidak sukai.